Alur Perizinan Berusaha Melalui Sistem OSS

Alur Perizinan Berusaha Melalui Sistem OSS
Alur Perizinan Berusaha Melalui OSS

Pemahaman mengenai alur perizinan berusaha menjadi penting karena peraturan dan prosedur yang kompleks dapat memperlambat proses pendirian dan operasional bisnis. Dengan memahami alur perizinan, pelaku usaha dapat menjalankan aktivitasnya sesuai dengan regulasi dan menghindari sanksi hukum.

Dengan diresmikannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pemerintah Pusat bermaksud menyederhanakan dan mempercepat proses perizinan berusaha. Tujuannya adalah untuk memudahkan Investor dalam berusaha dan berinvestasi di Indonesia.

Setelah diundangkannya peraturan tersebut, layanan perizinan berusaha yang sebelumnya berbasis izin (license based) berganti menjadi berbasis risiko (risk based). Hal ini dibuktikan dengan dilakukannya penggantian versi OSS 1.1 menjadi OSS-RBA (Online Single Submission-Risk Based Approach).

Perizinan Berbasis Risiko

Sesuai dengan namanya OSS-RBA, izin usaha akan dikeluarkan melalui pendekatan Risiko (Izin Usaha Berbasis Risiko). Pelaku Usaha hanya perlu mengurus perizinan sesuai dengan tingkat risiko kegiatan usahanya. Sebagai contoh:

  1. Kegiatan usaha berisiko rendah (R) hanya memerlukan Perizinan Berusaha berupa Nomor Induk Berusaha (NIB)
  2. Kegiatan usaha berisiko menengah rendah (MR) memerlukan Perizinan Berusaha berupa Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Sertifikat Standar (SS) berupa Pernyataan Mandiri
  3. Kegiatan usaha berisiko menengah tinggi (MT) memerlukan Perizinan Berusaha berupa Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Sertifikat Standar (SS) yang harus diverifikasi oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah
  4. Kegiatan usaha berisiko tinggi (T) memerlukan Perizinan Berusaha berupa Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Izin yang harus disetujui oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah, dan/atau Sertifikat Standar (SS) jika dibutuhkan.

Pengertian Perizinan Berusaha dan OSS

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021, Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya. Sementara itu, Perizinan Berusaha Berbasis Risiko memiliki pengertian bahwa Perizinan Berusaha dilakukan berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha tersebut.

Sistem Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik (Online Single Submission) yang selanjutnya disebut Sistem OSS adalah sistem elektronik terintegrasi yang dikelola dan diselenggarakan oleh Lembaga OSS untuk penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

Sistem OSS digunakan dalam pengurusan Perizinan Berusaha oleh Pelaku Usaha dengan karakteristik sebagai berikut:

  1. Berbentuk badan usaha maupun perorangan
  2. Usaha mikro, kecil, menengah, maupun besar
  3. Usaha perorangan/badan usaha baik yang baru maupun yang sudah berdiri sebelum operasionalisasi OSS
  4. Usaha dengan modal yang seluruhnya berasal dari dalam negeri, maupun terdapat komposisi modal asing.

Kenapa Perusahaan Perlu Punya Izin Usaha?

Izin Usaha adalah persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah untuk pelaksanaan kegiatan usaha yang wajib dipenuhi oleh Pelaku Usaha sebelum melaksanakan kegiatan usahanya.

Pelaku Usaha harus memiliki izin usaha agar usaha mereka memiliki legalitas kuat dan diakui. Selain itu, dengan adanya Izin Usaha, kegiatan usaha lebih kredibel (dipercaya banyak pihak) sehingga dapat memperluas akses-akses pengembangan usaha dan menambahkan rasa percaya diri ketika memasarkan produk yang dimiliki.

Untuk memulai dan melakukan kegiatan usaha, Pelaku Usaha wajib memenuhi persyaratan dasar Perizinan Berusaha dan/atau Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

1. Persyaratan dasar Perizinan Berusaha

Persyaratan dasar Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud di atas meliputi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), Persetujuan Lingkungan (PL/Perling), Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

2. Perizinan Berusaha Berbasis Risiko

Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan penyelenggaran Perizinan Berusaha Berbasis Risiko meliputi beberapa sektor, yaitu:

  1. Kelautan dan Perikanan
  2. Pertanian
  3. Lingkungan Hidup dan Kehutanan
  4. Energi dan Sumber Daya Mineral
  5. Ketenaganukliran
  6. Perindustrian
  7. Perdagangan
  8. Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
  9. Transportasi
  10. Kesehatan, Obat, dan Makanan
  11. Pendidikan dan Kebudayaan
  12. Pariwisata
  13. Keagamaan
  14. Pos, Telekomunikasi, Penyiaran, dan Sistem dan Transaksi Elektronik
  15. Pertahanan dan Keamanan
  16. Ketenagakerjaan

Apa Ada Cara Mengurus Perizinan Berusaha Selain Melalui OSS?

Untuk seluruh kegiatan berusaha, mengurus perizinan berusaha hanya dapat dilakukan melalui Sistem OSS. Sementara itu untuk kegiatan Non Berusaha, mengurus perizinan dapat dilakukan tanpa melalui OSS.

Contoh kegiatan Non Berusaha yaitu Kegiatan Jaringan Transmisi Air Baku dan Bangunan Intake Sungai di Teluk Balikpapan (Sungai Sepaku) ke Kecamatan Sepaku Kabupaten Penajam Paser Utara oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai Wilayah Sungai Kalimantan IV Samarinda.

Pada proyek tersebut, perizinan yang dibutuhkan berupa Persetujuan Pemerintah. Persetujuan Pemerintah yang dimaksud adalah bentuk keputusan yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagai dasar pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah.

Untuk kegiatan berusaha yang perizinannya dilakukan melalui sistem OSS, prosedur selengkapnya mulai dari pembuatan akun sampai penerbitan NIB dapat dibaca di sini.

Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha Sebelum dan Sesudah UU CK

Dengan diterbitkannya Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK), terdapat perbedaan persyaratan dasar perizinan berusaha sebelum dan setelah diterbitkannya UU CK. Perbedaan mendasar sebelum dan setelah adanya UU CK terletak pada basis perizinannya. Perbedaan selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut.

Persayaratan Dasar Perizinan Sebelum dan Sesudah UU CK

Pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/ PUU-XVIII/2020, perlu dilakukan perbaikan terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Menindaklanjuti hal tersebut, pemerintah mengambil langkah dengan melakukan pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja. Undang-undang tersebut dicabut dan digantikan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Alasan diterbitkannya Perppu 2 Tahun 2022 adalah pertimbangan terhadap kondisi global, mulai dari aspek ekonomi maupun geopolitik.

Kemudian, pada tanggal 31 Maret 2023 disahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.

Perubahan peraturan tersebut tidak merubah persyaratan dasar perizinan berusaha setelah UU CK diterbitkan.

Tahapan Perizinan Berusaha

Tahapan perizinan berusaha dari mulai Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha hingga terbitnya Perizinan Berusaha ditampilkan pada gambar berikut.

Alur Perizinan Berusaha Alur Perizinan Berusaha

Tahap 1: Proses Melalui Laman OSS

Langkah awal dalam pengurusan perizinan berusaha adalah memilih kode KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) sesuai dengan usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan. Kode KBLI tersebut merupakan salah satu input pada laman OSS yang menjadi syarat untuk menerbitkan NIB (Nomor Induk Berusaha).

Selain kode KBLI, pada laman OSS juga memerlukan input data lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan (dalam format shape file) untuk memeriksa kesesuaiannya terhadap tata ruang. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang ini dapat berupa KKPR (untuk kesesuaian ruang darat) atau KKPRL (untuk kesesuaian ruang laut). Setelah diperoleh KKPR atau KKPRL, maka dapat dilanjutkan untuk menyusun Persetujuan Teknis sebagai syarat memperoleh Persetujuan Lingkungan (PL/Perling) dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

Tahap 2: Penyusunan Persetujuan Teknis dan Dokumen Lingkungan

Setelah memperoleh NIB dan PKKPR, proses selanjutnya adalah menyusun persetujuan teknis dan dokumen lingkungan.

Persetujuan Teknis yang diperlukan sebagai syarat penerbitan Persetujuan Lingkungan adalah Rincian Teknis Penyimpanan Limbah B3, Persetujuan Teknis Pembuangan/Pemanfaatan Air Limbah, Persetujuan Teknis Pembuangan Emisi, Rekomendasi Lalu Lintas, Rekomendasi Drainase, serta Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah B3 (khusus untuk perusahaan pengelola limbah B3). Persetujuan Teknis tersebut tidak mutlak harus ada semuanya, namun dapat disesuaikan dengan jenis kegiatan dan/atau usaha yang direncanakan.

Untuk penerbitan PBG, Persetujuan Teknis yang diperlukan sebagai syarat adalah Rekomendasi Lalu Lintas, Standar Teknis Bangunan Gedung, dan/atau Rekomendasi Drainase. Di beberapa daerah, pengurusan PBG dan PL dapat dilakukan secara paralel, namun ada juga daerah yang menjadikan PL sebagai salah satu syarat penerbitan PBG.

Tahap 3: Konstruksi

Setelah kegiatan dan/atau usaha memperoleh Persetujuan Lingkungan dan Persetujuan Bangunan Gedung, maka selanjutnya dapat dilakukan konstruksi. Konstruksi yang dilakukan meliputi konstruksi bangunan, fasilitas produksi, dan fasilitas pengelolaan limbah cair dan/atau pengendali emisi.

Tahap 4: Pengurusan SLF dan SLO

Setelah konstruksi, proses selanjutnya adalah pengurusan Sertifikat Laik Fungsi (SLF), kemudian dilanjutkan dengan penerbitan Perizinan Berusaha. Untuk perusahaan pengelola Limbah B3, Surat Kelayakan Operasional Pengelolaan Limbah B3 (SLO-PLB3) harus diurus terlebih dahulu karena merupakan salah satu syarat penerbitan Perizinan Berusaha. Sedangkan bagi perusahaan yang bukan pengelola Limbah B3, SLO yang harus dimiliki adalah SLO IPAL dan/atau SLO Alat Pengendali Emisi yang mana pengurusannya dilakukan setelah kegiatan beroperasi.

 

PT Citra Melati Alam Prima menyediakan layanan mulai dari penentuan KBLI hingga mendapatkan perizinan berusaha. Layanan lengkap kami dapat Anda akses melalui tautan ini dan Anda dapat berkonsultasi melalui kontak narahubung kami.

Penulis: Rakhma Putri Tunjungsari
Editor: Silvi Kusuma Astuti