Kawasan hutan di Indonesia telah ditetapkan fungsinya oleh pemerintah sebagai hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi. Pemanfaatan hutan, termasuk segala sumber daya alamnya, telah diatur untuk tetap menjaga daya dukung dan daya tampung dari kawasan hutan tersebut. Hal ini dilakukan untuk menjaga kelestarian hutan dari pemanfaatan berlebihan yang mungkin terjadi akibat aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat maupun pelaku usaha.
Pemanfaatan kawasan hutan bukan hanya terbatas pada kegiatan kehutanan saja, tetapi juga kegiatan di luar kegiatan kehutanan. Pemanfaatan di luar kegiatan kehutanan dapat meliputi, kegiatan religi, pertambangan, dan kegiatan lainnya sesuai peraturan perundang-undangan. Sama halnya dengan pemanfaatan ruang yang wajib untuk memiliki izin, penggunaan kawasan hutan juga wajib untuk memiliki izin berupa Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).
Apa itu PPKH?
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan Pasal 1 ayat 32 Definisi Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) adalah persetujuan penggunaan atas sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi dan peruntukan kawasan hutan tersebut.
PPKH diundangkan untuk menggantikan persetujuan yang sebelumnya berlaku, yaitu IPPKH. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau IPPKH berlaku sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan. Namun, peraturan tersebut sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sehingga IPPKH sekarang telah digantikan dengan PPKH.
Untuk pemanfaatan kawasan hutan guna kegiatan usaha kehutanan dan jasa lingkungan, pelaku usaha harus mengajukan Persetujuan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) sesuai dengan Kode KBLI yang dipersyaratkan untuk kegiatan tersebut. Untuk hal tersebut pelaku usaha perlu mengajukan PBPH sesuai materi artikel pada tautan berikut.
Penggunaan Kawasan Hutan
Kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan dalam kawasan hutan dilakukan untuk kegiatan yang memiliki tujuan strategis yang tidak dapat digantikan dengan lokasi lainnya. Kegiatan di luar kegiatan kehutanan terdiri dari berbagai kegiatan dengan kepentingan yang tidak dapat dielakkan, yaitu:
- religi;
- pertambangan;
- instalasi pembangkit, transmisi, dan distribusi listrik serta teknologi energi baru dan terbarukan;
- pembangunan jaringan telekomunikasi, stasiun pemancar radio, stasiun relay televisi, dan stasiun bumi pengamatan keantariksaan;
- jalan umum, jalan tol, dan jalur kereta api;
- sarana transportasi yang tidak dikategorikan sebagai sarana transportasi umum untuk keperluan pengangkutan hasil produksi;
- waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;
- fasilitas umum;
- industri selain pengolahan hasil hutan;
- pertahanan dan keamanan;
- prasarana penunjang keselamatan umum;
- penampungan korban bencana alam dan lahan usahanya bersifat sementara atau pertanian tertentu dalam rangka ketahanan pangan dan ketahanan energi; atau
- tempat pemrosesan akhir sampah, fasilitas pengolahan limbah, atau kegiatan pemulihan lingkungan hidup.
Mekanisme Pengajuan PPKH
PPKH diajukan dengan melalui beberapa tahapan yang harus dilewati oleh pemohon. Tahapan pengajuan PPKH terlampir pada gambar di bawah ini.
1. Persyaratan administrasi
Persyaratan administrasi yang harus dipenuhi oleh pemohon adalah pernyataan komitmen, pakta integritas, dan profil badan usaha atau badan hukum. Profil usaha yang dimaksud meliputi NPWP, KTP, akta pendirian badan usaha atau badan hukum. Pernyataan komitmen pemohon bukan instansi pemerintah dibuat dalam bentuk akta notariil dan pemohon instansi pemerintah cukup dengan surat pernyataan bermeterai.
2. Persyaratan teknis
Sementara itu, persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh pemohon PPKH, yaitu peta skala paling kecil 1:50.000 (satu berbanding lima puluh ribu), peta citra penginderaan jauh dengan resolusi paling kecil 5 (lima) meter liputan 1 (satu) tahun terakhir, rekomendasi gubernur, pertimbangan teknis Perum Perhutani, perizinan berusaha, dan dokumen lingkungan.
3. Penilaian
Setelah mengajukan permohonan kepada menteri melalui Direktur Jenderal, akan dilakukan penilaian terhadap permohonan. Penilaian dilakukan pada substansi penilaian berupa identifikasi kesesuaian persyaratan permohonan dan penelaahan teknis. Apabila memenuhi ketentuan, Direktur Jenderal akan menyampaikan telaahan teknis dan Peta lampiran Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan kepada Sekretaris Jenderal.
4. Penerbitan PPKH
Setelah itu, sekretaris Jenderal akan melakukan penelaahan hukum dan selanjutnya menyampaikan konsep keputusan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan dan Peta lampiran Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan kepada Menteri. Menteri dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah menerima konsep keputusan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan dan Peta lampiran Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan, menerbitkan keputusan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan.
Meskipun memberikan peluang bagi pengembangan di luar kegiatan kehutanan, pemerintah tetap melakukan pengawasan untuk memastikan pelaku usaha menjalankan kewajiban yang tertulis di dalam Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Dengan demikian, diharapkan bahwa PPKH menjadi langkah bijaksana dan berkelanjutan yang akan membawa manfaat jangka panjang bagi semua pihak.
Peran Konsultan Lingkungan dan Perizinan untuk Membantu Pelaku Usaha dalam Mengajukan PPKH
PT Citra Melati Alam Prima merupakan konsultan dalam bidang teknik lingkungan dan perizinan yang memiliki kompetensi dalam membantu perusahaan yang bermaksud mengajukan PPKH. Kami memberikan layanan secara paripurna dalam membantu perusahaan untuk mendapatkan PPKH, mulai dari pengurusan NIB dan KBLI pada sistem OSS Berbasis Risiko (OSS RBA), penyediaan peta-peta yang dipersyaratkan, serta penyusunan dokumen lingkungan yang relevan.
Layanan PT Citra Melati Alam Prima secara terperinci dapat diakses pada tautan berikut.