Fitoremediasi sebagai Solusi Pemulihan Lingkungan

Fitoremediasi sebagai Solusi Pemulihan Lingkungan
Fitoremediasi sebagai Solusi Pemulihan Lingkungan

Fitoremediasi adalah konsep yang tak asing lagi bagi kita, dimana tanaman menjadi kunci utama dalam memperbaiki kondisi lingkungan. Dalam realitas sehari-hari, kita sadar bahwa aktivitas sekecil apapun dari rumah tangga hingga industri selalu memberikan dampak pada lingkungan sekitar. Beberapa di antaranya bahkan menghasilkan bahan pencemar yang merugikan lingkungan secara signifikan.

Namun, melalui fitoremediasi, solusi untuk mengatasi pencemaran pada tanah, air, dan udara menjadi lebih terjangkau. Pendekatan ini menawarkan alternatif yang sederhana namun efektif untuk memulihkan lingkungan. Dengan memanfaatkan tanaman, fitoremediasi mampu menghilangkan atau mereduksi zat-zat pencemar, menjadikannya pilihan yang menarik untuk menjaga keberlanjutan lingkungan.

Pada artikel ini kita akan membahas lebih jauh tentang fitoremediasi untuk memberikan informasi mengenai salah satu metode rehabilitasi lingkungan, khususnya pada penanganan air limbah. Informasi mengenai pengelolaan air limbah telah kami bahas pada artikel sebelumnya, yang dapat dibaca di sini.

Definisi Fitoremediasi

Fitoremediasi atau phytoremediation adalah metode penggunaan tanaman untuk menghilangkan polutan yang terdapat di dalam tanah, air, serta udara. Adapun pengertian polutan itu sendiri, adalah zat atau bahan yang mengakibatkan pencemaran baik secara langsung maupun tidak langsung.

Polutan yang mampu disisihkan dengan menggunakan metode fitoremediasi yaitu:

  • Logam berat
  • Bahan organik
  • Bahan anorganik

Metode ini terhitung sebagai metode yang efektif, mudah, dan ramah lingkungan dalam mengatasi pencemaran. Alasan metode ini disebut ramah lingkungan adalah karena dalam prosesnya hanya memanfaatkan kemampuan tanaman.

Namun, sebelum memutuskan untuk menggunakan fitoremediasi sebagai metode pemulihan, kita harus mempertimbangkan beberapa hal, di antaranya:

1. Jenis tanaman

Pemilihan jenis tanaman yang akan digunakan untuk fitoremediasi setidaknya harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Dapat tumbuh dengan baik dalam lingkungan yang toksik.
  2. Dapat meremediasi polutan sesuai dengan kebutuhan kita.
  3. Memiliki tingkat resistensi yang tinggi terhadap polutan.
  4. Memiliki sistem perakaran yang panjang.

2. Kondisi lingkungan

Pemantauan terhadap kondisi lingkungan harus dilakukan untuk memastikan bahwa tanaman tumbuh dengan baik di dalam air limbah. Beberapa parameter yang setidaknya harus dilakukan pemantauan yaitu:

  1. Suhu
  2. pH
  3. Kelembapan udara
  4. Oksigen terlarut (Dissolved oxygen

3. Lokasi dan jenis pencemar

Metode fitoremediasi harus mempertimbangkan lokasi dan jenis pencemar. Tanaman yang menjadi fitoremediator dapat menyisihkan bahan pencemar pada air limbah maupun tanah tercemar. Sehingga, jenis tanaman yang dipilih harus disesuaikan dengan kondisi limbah.

Tujuan dari fitoremediasi adalah menyisihkan pencemar yang melebihi baku mutu. Setiap tanaman memiliki kemampuan penyisihan bahan pencemar yang berbeda, sehingga jenis tanaman harus disesuaikan dengan jenis bahan pencemar pada air limbah.

4. Waktu optimal, jumlah tanaman, dan desain dari reaktor

Dalam penggunaan metode fitoremediasi, diperlukan kajian tertentu untuk memastikan baik waktu optimal, jumlah tanaman, dan desain reaktor. Hal-hal tersebut dapat ditentukan dengan melakukan penelitian secara pribadi maupun menggunakan rujukan dari penelitian terkait. Rujukan yang dapat dipilih adalah rujukan dengan jenis pencemar yang sama dengan jenis pencemar yang ingin disisihkan dari air limbah.

Tahap-tahap Fitoremediasi

Pada dasarnya, tumbuhan tidak dapat menyeleksi zat yang akan diserap oleh akar, karena akar selalu menyerap zat cair yang berkontak langsung dengannya. Oleh karenanya, tumbuhan akan memberikan berbagai macam respon melalui beberapa proses, yaitu:

1. Fitodegradasi

Fitodegradasi adalah proses fitoremediasi yang berupa penguraian polutan oleh tanaman melalui proses metabolisme. Proses fitodegradasi juga merupakan penguraian kontaminan di luar tumbuhan melalui proses enzimatik yang dihasilkan oleh tumbuhan.

2. Fitovolatilasi

Fitovolatilisasi merupakan proses penyerapan polutan oleh tanaman, di mana polutan tersebut akan diubah sehingga memiliki sifat volatile (mudah menguap). Proses fitovolatilisasi terjadi ketika bahan pencemar menguap melalui pori-pori daun atau batang tumbuhan.

3. Rizofiltrasi

Rhizofiltrasi adalah proses penyerapan, pengendapan, dan pengakumulasian polutan dengan memanfaatkan kemampuan akar tanaman. Kontaminan yang bersifat mudah mengendap akan tertahan pada zona akar dan akan terjadi proses rizofiltrasi.

4. Fitostabilisasi

Fitostabilisasi adalah proses imobilisasi kontaminan atau kondisi dimana kontaminan tidak dapat bergerak di dalam tanah. Kontaminan akan bertambah karena adanya aliran air tanah pada lapisan dan berpindah menuju zona akar saat proses transpirasi tumbuhan.

Hal tersebut menyebabkan kontaminan akan terakumulasi sehingga tidak bergerak keluar dari zona akar. Proses fitostabilisasi biasanya terjadi pada area yang terkontaminasi logam, seperti timbal, kromium, dan merkuri.

5. Fitoekstraksi

Fitoekstraksi dapat juga disebut dengan fitoakumulasi merupakan proses penyerapan kontaminan dari akar dan terdistribusi ke dalam berbagai organ tumbuhan. Kontaminan pada tanah akan diserap, oleh akar dan akan terdistribusi ke organ tumbuhan yang berada di atas tanah.

Kontaminan yang umumnya diserap berupa kontaminan yang terlarut oleh air. Tumbuhan yang ideal dalam proses fitoekstraksi yaitu tumbuhan yang pertumbuhannya cepat, biomasssanya tinggi, dan mudah dipanen.

6. Rizodegradasi

Rizodegradasi adalah proses pemecahan polutan oleh mikroba dalam tanah yang terjadi di akar, batang, daun, dan di sekitar akar. Proses ini menggunakan mikroorganisme dalam menjalankan prosesnya, dan dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh tanaman.

Proses rizodegradasi merupakan proses yang tepat untuk dekontaminasi zat organik, karena zat organik adalah nutrisi makanan dan energi bagi mikroorganisme. Polutan yang mengalami proses ini adalah polutan dengan sifat biodegradable.

Pemanfaatan Fitoremediasi

Fitoremediasi dapat dimanfaatkan untuk mengolah air limbah dengan cara menyisihkan pencemar yang terkandung dalam air limbah. Selain itu, fitoremediasi juga dapat memulihkan lahan yang telah tercemar, seperti lahan pasca tambang, lahan tercemar logam berat, dan lahan yang terkontaminasi Limbah B3.

Dengan menggunakan metode fitoremediasi, kita akan memperoleh beberapa manfaat, di antaranya:

  1. Tidak menambah beban pencemar di lingkungan.
  2. Lebih murah dan efisien dibandingkan dengan metode lainnya (penggalian atau pengangkutan tanah yang tercemar).
  3. Mampu menjangkau area yang lebih luas dibandingkan metode konvensional lainnya.

Selain memiliki kelebihan, fitoremediasi juga memiliki beberapa kekurangan. Di antaranya yaitu, membutuhkan waktu yang lama untuk mendegradasi seluruh polutan, serta adanya kemungkinan kontaminan masuk ke rantai makanan karena konsumsi tumbuhan fitoremediator oleh hewan.

Selain itu, tanaman fitoremediator yang tumbuh secara alami tanpa adanya kontrol terhadap jumlah populasinya justru akan menurunkan kualitas lingkungan. Contohnya adalah fenomena blooming eceng gondok. Pembahasan lebih detail mengenai kasus ini dapat dibaca di sini.

Lihat video blooming eceng gondok di sini.

Pengaplikasian Fitoremediasi dalam Mengelola Air Limbah

Badan air atau air limbah dapat mengandung pencemar seperti logam berat, bahan pencemar organik, dan bahan pencemar non organik. Pencemar ini dapat disisihkan dengan metode fitoremediasi menggunakan tanaman air.

Tanaman air yang dapat menjadi fitoremediator memiliki berbagai macam jenis. Jika dilihat dari peruntukannya, tanaman air dapat dikelompokkan menjadi:

1. Floating plants

Floating plants adalah tanaman yang daunnya berada di atas permukaan air dengan akar yang menggantung di bawah permukaan air. Contoh dari tanaman dengan jenis ini adalah eceng gondok, apu-apu, dan kiambang.

2. Submerged plants

Submerged plants adalah tanaman yang seluruh organnya berada di bawah permukaan air. Akar dari tanaman ini akan menjangkau substrat di dasar air. Contoh dari tanaman dengan jenis ini adalah Hydrilla.

3. Emergent plants

Emergent plants adalah jenis tanaman yang daunnya berada di atas permukaan air, sedangkan sebagian batangnya terendam oleh air dan akarnya berada di substrat dasar air. Contoh dari tanaman dengan jenis ini adalah alang-alang.

Adapun tanaman air yang dapat dijadikan sebagai fitoremediator logam berat yaitu:

  • Cattail berdaun lebar (Typha latifolia) dan eceng gondok (Eichornia crassipes) mampu menyerap logam Cr, Hg
  • Kiambang (Salvinia molesta) dan hydrilla (Hydrilla verticillata), dan kangkung (Ipomea aquatic) mampu menyerap logam Hg
  • Lidah mertua (Sansevieria) mampu menyerap logam Pb.

Selain tanaman yang sudah disebutkan di atas, masih banyak tanaman yang bisa menjadi fitoremediator.

 

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tanaman memiliki potensi besar sebagai solusi untuk mengatasi pencemaran lingkungan. Namun, tetap diperlukan pemilihan tanaman yang tepat untuk menyerap zat pencemar yang spesifik, mengingat setiap jenis limbah memerlukan kajian khusus untuk pengolahan yang efektif.

Berbicara mengenai pengolahan limbah yang efektif, hal ini tentunya menjadi fokus utama para Pelaku Usaha dalam menjaga keberlangsungan bisnisnya. Tidak terbatas pada air limbah saja, namun juga mencakup limbah padat domestik, limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), serta limbah non-B3. Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai penanganan limbah yang efektif, Anda dapat berkonsultasi dengan kami di sini.

 

Penulis: Lintang Catur Pratiwi
Editor: Silvi Kusuma Astuti