Penambangan Pasir Laut: Legal tapi Berisiko? Fakta dan Regulasi

Penambangan Pasir Laut: Legal tapi Berisiko? Fakta dan Regulasi
Ilustrasi Penambangan Pasir Laut untuk Reklamasi

Pembangunan infrastruktur yang cepat meningkatkan kebutuhan pasir laut sebagai bahan utama untuk reklamasi laut, dengan kata lain meningkat pula kegiatan penambangan pasir laut. Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat permintaan pasir laut dalam negeri pada tahun 2024 mencapai 26 juta meter kubik. Namun, di balik pembangunan ini, ada aktivitas yang kontroversial dan berdampak besar. Meskipun legal, kegiatan ini berisiko merusak ekosistem laut dan memengaruhi kehidupan masyarakat sekitar. Jadi, apa yang sebenarnya terjadi di dasar laut? Bagaimana aturan dan proses teknis mengatur penambangan pasir laut? Apakah studi lingkungan sudah cukup untuk mencegah kerusakan?

Untuk melakukan penambangan pasir laut maupun reklamasi laut, pelaku usaha harus mengikuti aturan perizinan yang ketat. Salah satu syarat utamanya adalah melakukan studi lingkungan yang mendalam agar dampak buruk pada ekosistem bisa dikendalikan. Dokumen penting yang harus dimiliki adalah Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). Dokumen ini memastikan bahwa lokasi penambangan sesuai dengan rencana tata ruang laut nasional.

Informasi lebih lanjut mengenai PKKPRL dapat Anda temukan pada tautan ini.

Artikel ini akan mengungkap sisi tersembunyi penambangan pasir laut, menelusuri aspek legalitas, proses perizinan, serta tantangan keberlanjutan yang wajib diperhatikan.

Regulasi Penambangan Pasir Laut dan Reklamasi Laut

Penambangan pasir laut dan reklamasi laut diatur jelas oleh beberapa peraturan di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 125 Tahun 2018 tentang Pengerukan dan Reklamasi, pengerukan didefinisikan sebagai pekerjaan mengubah bentuk dasar perairan untuk mencapai kedalaman dan lebar yang dikehendaki atau untuk mengambil material dasar perairan yang dipergunakan untuk keperluan tertentu. Pemerintah juga mengatur pemanfaatan hasil sedimentasi laut, termasuk pasir, supaya dilakukan secara bertanggung jawab dan sesuai aturan.

Pada tahun 2023, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Pasal 10 ayat (2) menjelaskan bahwa kegiatan pembersihan dan pemanfaatan hasil sedimentasi laut mencakup proses pengambilan, pengangkutan, penempatan, penggunaan, hingga penjualannya. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 9 ayat (2), yang mengatur bahwa pemanfaatan pasir laut dapat digunakan untuk keperluan sebagai berikut:

  1. Reklamasi di dalam negeri;
  2. Pembangunan infrastruktur pemerintah;
  3. Pembangunan prasarana oleh Pelaku Usaha; dan/atau
  4. Ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dasar Hukum Penambangan Pasir Laut

Penambangan pasir laut memiliki dasar hukum yang kuat. Regulasi ini menjadi acuan utama bagi pelaku usaha dalam mengurus perizinan dan melaksanakan aktivitas secara legal. Beberapa peraturan utama yang mengatur penambangan pasir laut antara lain:

  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
  • Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2019 tentang Izin Pelaksanaan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
  • Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 125 Tahun 2018 tentang Pengerukan dan/atau Reklamasi.

Legalitas dan Prosedur Teknis Penambangan Pasir Laut untuk Reklamasi

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, Pasal 10 ayat (1) dan (3) menjelaskan bahwa setiap pelaku usaha yang ingin melakukan pembersihan hasil sedimentasi di laut wajib memiliki izin pemanfaatan pasir laut. Apabila pelaku usaha berniat untuk menjual hasil sedimentasi tersebut, maka diperlukan izin tambahan berupa izin usaha pertambangan untuk penjualan, yang diterbitkan oleh kementerian terkait.

Prosedur Perizinan Penambangan Pasir Laut

Pelaku usaha wajib mengajukan permohonan izin kepada instansi terkait, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan. Permohonan izin pemanfaatan pasir laut kepada menteri melalui Sistem Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission). Informasi lebih lanjut mengenai Sistem OSS dapat Anda temukan pada tautan ini.

Pada Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 mengharuskan permohonan izin pemanfaatan pasir laut dilengkapi dengan proposal dan rencana kerja umum. Dokumen ini harus memuat beberapa informasi penting, seperti tujuan kegiatan, mitra kerja, dan lokasi dengan koordinat geografis. Selain itu, juga mencakup kondisi fisik, kimia, dan biologi perairan, serta volume dan waktu pelaksanaan. Kemudian, harus dijelaskan metode dan sarana yang digunakan, pernyataan kesanggupan menyelesaikan persetujuan lingkungan, data alat, rencana pengelolaan dampak lingkungan dan sosial, kelayakan finansial, proyeksi manfaat bagi pemerintah, pengalaman pelaku usaha, dan dokumen persetujuan kesesuaian pemanfaatan ruang laut.

Setelah proposal dan rencana kerja umum disampaikan, maka menteri akan membentuk tim uji tuntas untuk melakukan verifikasi dan evaluasi terhadap proposal dan rencana kerja umum. Proses verifikasi dan evaluasi akan dilakukan paling lama 21 (dua puluh satu) hari. Hasil verifikasi dan evaluasi akan disampaikan kepada menteri untuk selanjutnya akan ditetapkan mendapat persetujuan atau penolakan.

Kewajiban Pasca Perizinan

Pelaku usaha yang telah memperoleh izin pemanfaatan pasir laut wajib memenuhi persyaratan sesuai ketentuan perundang-undangan. Persyaratan tersebut mencakup kelengkapan perizinan dan dokumen pendukung, serta penyampaian rencana kerja yang meliputi, koordinat lokasi pembersihan dan pemanfaatan hasil sedimentasi di laut, volume sedimentasi yang akan dikelola, waktu pelaksanaan, jenis sarana yang digunakan untuk pembersihan dan pemanfaatan, serta alat angkut hasil sedimentasi. Pemenuhan persyaratan ini diperlukan untuk memastikan kegiatan dilakukan secara tertib dan sesuai dengan prinsip pengelolaan sumber daya laut yang berkelanjutan.

Selain itu, pelaku usaha dengan Izin Pemanfaatan Pasir Laut wajib membayar PNBP. Ketentuan ini diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tidak hanya dalam aspek finansial, pelaku usaha juga diwajibkan menyampaikan laporan kegiatan secara berkala setiap tiga bulan kepada menteri sejak dimulainya kegiatan pembersihan dan pemanfaatan hasil sedimentasi laut. Kewajiban pelaporan ini penting untuk menjamin pengawasan dan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku dalam pemanfaatan sumber daya laut.

Tantangan Keberlanjutan

Di sisi lain, pengambilan pasir dari dasar laut berpotensi mengganggu ekosistem pesisir secara signifikan. Aktivitas ini dapat merusak habitat laut seperti terumbu karang dan padang lamun. Selain itu, juga bisa menyebabkan abrasi dan erosi pantai yang mengancam stabilitas garis pantai serta perlindungan alami terhadap gelombang dan badai. Perubahan pola arus dan sedimentasi juga mengganggu keseimbangan ekosistem dan menurunkan kualitas perairan, yang berdampak pada keberlanjutan sumber daya ikan serta mata pencaharian nelayan lokal. Aktivitas ini sering menimbulkan konflik antara pelaku usaha, pemerintah, dan masyarakat pesisir, terutama karena berkurangnya area tangkap nelayan serta ketidakjelasan perizinan dan pelanggaran aturan yang menimbulkan ketidakpercayaan dan resistensi sosial.

Meski regulasi sudah ada, pengawasan di lapangan masih terkendala oleh sumber daya yang terbatas, praktik ilegal yang marak, serta penegakan hukum yang lemah, sehingga pelanggaran sulit ditindak dan kerap terulang. Disisi lain, kajian lingkungan seperti Amdal memang menjadi alat untuk mengantisipasi dampak negatif. Namun, seringkali kajian ini belum mencakup aspek sosial-ekonomi secara menyeluruh. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih integratif dan partisipatif dari masyarakat lokal sangat penting untuk menjamin keberlanjutan kegiatan penambangan pasir laut.

Peran Konsultan dalam Pengurusan Perizinan Penambangan Pasir dan Reklamasi Laut

PT Citra Melati Alam Prima adalah pilihan tepat bagi perusahaan yang membutuhkan layanan konsultasi perizinan profesional dan menyeluruh, salah satunya dalam bidang pemanfaatan dan/atau penambangan pasir laut dan reklamasi. Kami menawarkan solusi lengkap, mulai dari penyusunan dokumen izin hingga integrasi aspek teknis dan lingkungan. Semua layanan disesuaikan dengan kebutuhan unik bisnis Anda. Dengan jaringan layanan yang luas menjangkau seluruh Indonesia, tidak terbatas hanya di Surabaya dan Jawa Timur, kami berkomitmen memberikan kemudahan dan kepastian hukum agar proyek Anda berjalan optimal tanpa kendala administratif. Bersama kami, urusan perizinan menjadi lebih mudah dan efisien, sehingga Anda dapat fokus mengembangkan bisnis dengan penuh percaya diri.

Akses layanan kami melalui website, di mana Anda bisa berkonsultasi langsung untuk solusi terbaik. Kami juga menyediakan materi edukasi perizinan yang bisa diakses melalui tautan ini.

Hubungi kami di sini untuk informasi lebih lanjut.

Penulis: Alvia dan tim.

Editor: Silvi.