Integrasi Implementasi Extended Producer Responsibility (EPR) dalam Persetujuan Lingkungan

Integrasi Implementasi Extended Producer Responsibility (EPR) dalam Persetujuan Lingkungan
Extended Producer Responsibility (EPR) dan Persetujuan Lingkungan

Setiap hari kita menggunakan berbagai macam produk, mulai dari makanan dan minuman, hingga perlengkapan rumah tangga dan kebutuhan pribadi. Setelah digunakan, sebagian besar produk tersebut meninggalkan sisa berupa sampah pasca konsumsi, seperti bungkus plastik, botol minuman, atau sisa makanan. Sampah jenis ini sering kali berakhir di tempat pembuangan tanpa dikelola dengan baik.

Padahal, sampah pasca konsumsi yang menumpuk dapat menimbulkan berbagai masalah lingkungan, mulai dari pencemaran tanah dan air, gangguan ekosistem, hingga penurunan kualitas hidup masyarakat. Oleh karena itu, pengelolaan sampah pasca konsumsi menjadi salah satu tantangan penting dalam upaya menjaga keberlanjutan lingkungan.

Apa Itu Sampah Pasca Konsumsi?

Sampah pasca konsumsi adalah sisa yang ditinggalkan setelah suatu produk digunakan oleh konsumen. Contohnya meliputi sisa makanan, bungkus plastik, botol minuman, hingga kemasan berbagai produk sehari-hari. Jika tidak dikelola dengan baik, sampah ini dapat menyebabkan pencemaran dan menurunkan kualitas lingkungan.

Untuk mengatasi hal ini, produsen memiliki tanggung jawab terhadap sampah yang dihasilkan dari produk mereka melalui prinsip Extended Producer Responsibility (EPR). Prinsip ini mewajibkan produsen untuk memastikan bahwa sampah pasca konsumsi dari produknya dikelola secara berkelanjutan. Dengan demikian, pengelolaan sampah menjadi bagian penting dari kegiatan operasional perusahaan.

Menteri Lingkungan Hidup / Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup  melalui Surat Edaran Nomor 11 Tahun 2025 mendorong pengintegrasian kewajiban pengurangan sampah oleh produsen ke dalam Persetujuan Lingkungan. Surat edaran tersebut ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) Republik Indonesia, yang dapat diakses pada tautan ini.

Bentuk pengintegrasian yang diarahkan adalah penempatan kewajiban pengurangan sampah pada tahap operasi di dalam dokumen lingkungan, seperti matriks UKL-UPL atau RKL-RPL. Selain itu, produsen juga wajib melaporkan keberhasilan pengurangan sampah secara periodik kepada instansi yang berwenang, sesuai pelaporan UKL-UPL atau RKL-RPL.

Sektor Industri yang Termasuk dalam Ruang Lingkup Pengurangan Sampah Pasca Konsumsi

Surat edaran Menteri Lingkungan Hidup / Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup ini berlaku bagi produsen yang terlingkup dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.75/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, antara lain:

  1. Sektor Manufaktur. Sektor ini meliputi industri makanan dan minuman, industri barang konsumsi (consumer goods), serta industri kosmetik dan perawatan tubuh (personal care).
  2. Sektor Ritel. Sektor ini meliputi pusat perbelanjaan, toko modern, dan pasar rakyat.
  3. Sektor Jasa Makanan dan Minuman. Sektor ini meliputi rumah makan, kafe, restoran, jasa boga, dan hotel.

Langkah Pelaksanaan Integrasi Kewajiban Pengurangan Sampah Pasca Konsumsi

Pengintegrasian kewajiban pengurangan sampah pasca konsumsi oleh produsen ke dalam Persetujuan Lingkungan dilakukan melalui langkah-langkah berikut.

1. Inventarisasi Produk dan/atau Kemasan yang Berpotensi menjadi Sampah Pasca Konsumsi

Pada tahap ini, produsen melakukan pendataan seluruh jenis produk dan/atau kemasan yang diproduksi, didistribusikan, atau dijual, yang berpotensi menjadi sampah pasca konsumsi. Inventarisasi memuat informasi jenis material, volume yang dilepas ke pasar per periode, karakteristik kemasan, dan kategori produk dan/atau kemasan.

2. Penempatan dalam Dokumen Lingkungan

Kegiatan pengurangan sampah pasca konsumsi dicantumkan dalam uraian komponen rencana usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak, khususnya pada tahap operasional. Format uraian disesuaikan dengan matriks UKL-UPL atau RKL-RPL yang berlaku. Contoh pengisian matriks dapat dilihat pada Lampiran I Surat Edaran ini.

3. Perumusan Target dan Indikator

Target persentase pengurangan sampah per tahun terhadap potensi timbulan didasarkan pada Peta Jalan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal tersebut telah ditetapkan pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.75/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019 yang dapat diakses di sini.

Indikator keberhasilan pada dokumen lingkungan yang disusun produsen (pemrakarsa kegiatan) wajib terukur dan mencakup:

  1. Persentase penarikan kembali produk dan/atau kemasan pasca konsumsi;
  2. Rate pengurangan sampah; dan
  3. Intensitas kebocoran (leakage).

Target dan indikator tersebut harus disesuaikan dengan baseline dan roadmap yang telah ditetapkan produsen.

4. Rencana Pemantauan

Pemantauan dilakukan secara berkala dengan frekuensi minimal 1 (satu) bulan sekali. Metode pemantauan harus diintegrasikan ke dalam pemantauan Persetujuan Lingkungan yang berlaku, mencakup:

  1. Pengumpulan data timbulan dan penarikan kembali sampah pasca konsumsi;
  2. Analisis kuantitatif terkait efektivitas program pengurangan sampah; dan
  3. Evaluasi pencapaian target dan indikator.

5. Pelaporan Periodik

Pelaporan disampaikan bersamaan dengan laporan pelaksanaan Persetujuan Lingkungan kepada instansi berwenang, sesuai ketentuan pelaporan UKL-UPL atau RKL-RPL. Informasi dan data yang wajib disampaikan pada pelaporan antara lain:

  1. Jumlah potensi timbulan sampah yang diperoleh dari pelaksanaan inventarisasi produk/kemasan pada periode pelaporan;
  2. Status penyampaian Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen pada Aplikasi Kinerja Produsen;
  3. Status pelaporan kinerja melalui Aplikasi Kinerja Produsen;
  4. Realisasi pencapaian target dan indikator pengurangan sampah; dan
  5. Kendali dan upaya perbaikan yang dilakukan.

Metoda Integrasi Persetujuan Lingkungan

Pada saat ini pengintegrasian persetujuan lingkungan bisa dilakukan melalui akun Amdalnet. Materi terkait hal ini dapat diakses pada tautan berikut ini.

PT Citra Melati Alam Prima – Konsultan Lingkungan dan Perizinan Terintegrasi Terpercaya

Upaya pengurangan sampah pasca konsumsi melalui integrasi ke dalam dokumen lingkungan memerlukan pemahaman yang baik terhadap regulasi dan aspek teknis penyusunan. Dalam hal ini, pendampingan oleh konsultan lingkungan menjadi penting agar kewajiban lanjutan bagi produsen (Extended Producer Responsibility) tersebut dapat diterapkan secara efektif dan sesuai ketentuan yang berlaku.

PT Citra Melati Alam Prima sebagai konsultan lingkungan dan perizinan terintegrasi, siap mendampingi perusahaan Anda dalam memenuhi berbagai kebutuhan perizinan, mulai dari pemilihan KBLI, pemenuhan Persetujuan Teknis (Pertek), hingga penyusunan dokumen lingkungan dan penerbitan Persetujuan Lingkungan.

Akses layanan kami melalui situs resmi untuk berkonsultasi dan mendapatkan solusi yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan Anda. Kami juga menyediakan berbagai materi edukasi seputar perizinan dan pengelolaan lingkungan yang dapat diakses melalui tautan berikut.

Anda juga dapat menelusuri halaman layanan untuk mengetahui berbagai jasa konsultansi lainnya. Selain itu, Anda bisa membaca artikel berikut untuk mendapatkan tips memilih konsultan lingkungan yang tepat.